Begini
lho kang? Kalau dasarnya beda, hasilnya pun akan beda? Coba jenengan
bandingkan, cewek seksi itu yang seperti apa? Yang pakai baju ketat, atau yang
pakai baju minim? Semua orang punya definisinya sendiri Kang,” ucap Tarno.
Kami
berdua sedang membicarakan fatwa-fatwa yang disampaikan beberapa ulama. Memang,
Kang Tarno adalah lulusan pondok pesantren terkemuka di Jombang. Sedangkan saya
lulusan Madrasah Ibtidaiyah tingkat desa. Mentok-mentoknya saya ngaji Taklim Mutaalim.
Lha Kang Tarno, konon sudah ngaji ribuan kitab.
Perawakan
kang Tarno sih biasa saja, tidak sok santri, dan tidak juga sok alim, tapi
kalau bicara urusan agama, dia jagonya. Wong, dia itu istilahnya kyai yang
belum dilantik masyarakat. Begini ceritanya, di desa kami tak banyak warga yang
lulusan pesantren. Paling-paling ngaji dari madrasah ibtidaiyah saja. Stok kyai
di desa kami pun tak banyak, Cuma ada kyai Marjo dan Kyai Komari. Mushola Cuma
satu, dan masjid numpang ke desa tetangga.
“Kalau
pendapat saya gini Kang, dosa atau tidak dosa itu bergantung pada pikiran dan
urusan Allah. Bakalan repot kalau yang menjustifikasi dosa itu para ulama.
Kalau ulamanya bener ya nggak apa-apa, lha kalau ulamanya itu alat politik?
Bisa-bisa cuma gara-gara nggak nyoblos, dikatakan masuk neraka,” imbuh Kang
Tarno.
Jadi
ceritanya dimulai ketika Pak RT bingung mencari kyai untuk Imam Musola. Kyai
Marjo mendapat jatah ngimami hari Senin, Selasa, dan Rabu. Sedangkan Kyai
Komari mendapat jatah hari Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Nah, akhir-akhir
ini Kyai Marjo sakit-sakitan, sudah sebulan dia di rumah sakit. Dan sudah
sebulan pula perdebatan siapa yang layak menggantikan Kyai Marjo mulai panas di
desa kami. Warga merasa tak ada yang pantas menggantikan Kyai Marjo.
Kandidatnya ya cuma satu, Kang Tarno (Nama lengkapnya Sutarno, kelahiran 1985).
>>>>>>
“Kang,
saya rasa si Tarno kok belum pantas jadi Kyai di kampung kita ini, wong
tampangnya saja nggak Ngiyai,” ucap Kang Darso
“Wah,
tapi siapa lagi Kang, yang mau jadi kyai? Cuma dia satu-satunya putra daerah
desa ini yang pernah mondok sampai Jombang,” Timpal Jimin.
“Asalamualaikum
waraomatullahiwabarokatuh” terdengar suara Pak RT mengawali rapat warga kali
ini. Kemudian Pak RT, melanjutkan,
“Bapak-Bapak
yang saya hormati, langsung saja nggeh. Sengaja saya kumpulkan bapak-bapak di
rumah saya untuk membahas pengganti Kyai Marjo yang mungkin umurnya takkan
lama. Hehe. Begini, sebelum kita bahas panjang, bapak-bapak yang saya undang di
sini merupakan orang-orang pilihan. Jadi memang tak semua warga saya undang,
hanya warga yang saya anggap berpengaruh saja yang saya undang. Nah, saya Tanya
apakah di antara bapak-bapak yang ada di sini ada yang bersedia jadi imam
musola menggantikan kyai Marjo?”
“Loh,
kok malah pada nggrundel sendiri, saya Tanya lagi, apakah di antara bapak-bapak
yang ada di sini ada yang bersedia jadi imam musola menggantikan kyai Marjo?”
Suasana hening
sejenak, semua orang yang di sana Cuma diam dan saling pandang.
“Begini
Pak, kita voting saja, siapa kandidatnya dan kita pilih, dan selesai,” Cetus
seorag warga.
“Wah,
jangan gitu pak, Negara kita itu Negara pancasila, inget dong sila ke empat,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permussssyyawraatan
perwakilan. Kita itu perwakilan warga, harus diselesaikan secara musyawarah”
Cetus warga lainya.
“Siapa
kandidatnya, wong nggak ada yang berani maju jadi kandidat, Cuma si Tarno saja
yang kira-kira pantas jadi Kyai,” imbuh warga lain.
“Begini
saja Pak, kalau memang dari warga nggak ada yang berani maju dan Cuma Tarno
satu-satunya, bagaana kalau kita tes saja si Tarno, dia layak tidak jadi Kyai
desa ini?”
“Wah,
gimana caranya Kang, siapa yang mau ngetes, kyai Komari? Dia pasti nggak mau,
wong kyai Komari ya sebenarnya nggak pinter-pinter amat,”
“Loh
Kang, jangan katro Jenengan, di zaman yang canggih ini, semua bisa di tes,
gampang caranya, nanti tak carikan soal-soal tentang keagamaan di internet, mau
yang gimana? Pilihan ganda? Esai? Atau portofolio?, gitu aja kok repot,”
“Begini
Kang, saya usul jangan Cuma dites pengetahuanya saja, tapi dites juga cara dia
solat. Intinya adakan tes Pratik juga, Bagaimana?”
“Wah,
boleh juga itu Kang, nanti kita lihat apakah gerakan si Tarno pas takbir,
rukuk, sujud dan lainnya sudah sempuran atau belum,”
“Lah,
cara tau gerakanya sempurna gimana Kang, kita kan nggak tau,”
“oh,
santai kang, nanti tak sercing di yutub gerakan solatnya, mau pakai yang mana?
Versi Arab Saudi, Irak, Iran, Turki, atau Mesir?, setelah itu kita tonton
bersama, dihafalkan dan dicocokan dengan gerakannya si Tarno,”
“Wah,
kalau begitu kita bagi tugas saja Kang, siapa yang menyiapkan tes pengetauanya,
siapa yang menghafalkan gerakan solat yutubnya, kalau perlu satu orang hanya
menghafal satu gerakan, misal si Darso pas takbir, si Yanto pas sujud, gitu
kang,”
“Baiklah
Bapak-Bapak, karena kesepakatan sudah tercapai, kita tentukan saja tanggalnya
kapan? Kira-kira kita perlu meyiapkan tes ini berapa lama? Seminggu cukup?”
Seru Pak RT.
“Cukuuuuuoooppppp”
serentak warga.
Tiba-tiba, kang
mujimin datang, “Maaf, Kang, saya telat datang”
“Kenapa
telat Kang?” Tanya pak RT.
“Baru
Solat di Musoala Kang, diimami Tarno, banyak kok tadi yang jamaah?”