Senin, 13 Juni 2011

Malam Sakral

Ayah bilang rembulan terbuat dari cermin
Saya masih kecil untuk lelucon semacam itu.
Ibu sering bercermin disana,
Semacam ritual malam sebelum melakukan hubungan

Tentu dipilih malam yang sakral
Untuk memahatnya bersama bulan,
Dihiasi bintang dan awan,
Agar menjadi mahkluk yang kebal.
Seketika rembulan berubah bentuk
Menjadi semacam pisang.
Apa yang terjadi ibu?
Dia bilang, ayah marah
Gara-gara rembulan mendatanginya.
Saat malam sakral pembuatan.
Cermin ibu pecah, begitu pula bulan malam ini.
Pecah, berdarah, merah.

Ayah datang saat ibu datang bulan
Setelah berbulan-bulan ia tak datang
Kemudian mengajak berhubungan

Saat itu juga aku tak pernah bercermin pada bulan.

Pantun Pertamaku

Suatu hari pantunku muncul di Koran,
Bunyinya.
Diberi berkuku hendak mencengkram.
Mengaut laba dengan siku.
Janjimu janji lembam
Mati satu masuk di saku.

Suatu hari, sebenarnya hari itu,
Bapak membelikan Koran, sebagai
Hadiah ulang tahunku.
Pantas saja aku senang, ini pantun pertamaku.

Dari mana kau mencipta nak?
Dari ibu guru,
Dia sering mengajariku
Bunyinya.
Bapakmu itu
Muka licin, ekor berkedal
Kecubung berulam ganja
Sadar hati pedas layaknya sambal
Ucap riuh berkalung dusta.

Dasar bapak, ini bukan lelucon
Ini buat bapak pemimpin.
Makanya,
Berkata siang melihat-lihat, berkata malam
mendengar-dengar
garam kami tak masin padanya
sudah gaharu cendana pula.

(bapak menyobek koranku, dan membeli lagi
Majalah baru)

Label

Cerpen (1) puisi (5)