Jumat, 10 Desember 2010

Kredit

Sesampainya di lampu merah
Kutaruh motorku di remukan bulan
Di sana
Aku menemukan bocah kecil bercelana mungil
Di celananya tertulis
“Jangan ditabrak, kredit belum lunas!”
Kemudian aku meninggalkanya di sebuah bulan
Ku selipkan bunga di belahan bokongnya

Setelah berjalan sepuluh meter
Aku menemukan ibunya
Sedang menghitung dosa anaknya

Lama aku tak menemuinya kembali,
Ku jumpai ia sedang mati dipinggir jalan
Dibungkus Koran dan dibacakan cacian
Ibunya menangis ditampar debu

Malam harinya aku menemui arwahnya
Sedang jalan-jalan di pinggir trotoar
Diselipkanya bunga di telingaku
Dan berbisik “Aku sudah lunas Bang,”

Saus Kacang

Saya sedang mengadakan rapat dengan para saus kacang
Di sana ada beberapa rerumputan, dan secuil kerikil hitam

Saya mengusulkan diadakan pemilihan antah berantah bagi rerumputan
Dan lowongan pekerjaan bagi sejumlah kerikil tajam

Dasar saus, tergencet sedikit saja
Sudah muncrat,
Dasar muncrat,
Sedikit saja, melebar kemana-mana.

“Kepada para saus kacang, harap tenang,”
“Kepada para kerikil harab bersabar,”

Tiba-tiba rerumputan bergoyang dan menyanyikan sebuah lagu
“Hiduplah Indonesia Raya,”
Kerikil menjawab “Amin”

Para saus kacang bertanya, “Amin?”
Kerikil hanya mampu berserakan, dan rumput hanya bisa bergoyang,
Rapat telah dibubarkan
Sampai sekarang para saus, tak tahu Amin

Suatu Hari di Penyuluhan

Suatu hari di penyuluhan
Kabar baik yang kuterima dari seorang nelayan
Adalah ia bukan lagi seorang nelayan
Setiap pagi kerjanya hanya
Meniduri rob dan menjamahi peninggian jalan

Kabar baik yang kuterima dari seorang karyawan
Adalah ia bukan lagi sebagai karyawan
Setiap petang kerjanya
Cuma mancing ikan
Bersama mantan nelayan

“Ini bukan perahu saya,”
“Ini perahu, hasil menjual anak saya ke pendidikan,”
“Ini perahu, hasil menjual istri ke perkotaan,”
“Ini perahu, hasil menjual Ibu mengemis di jalanan,”

Seusai penyuluhan
Aku pergi ke perahu itu
Dan menemui mayat anaknya sedang bergumam di atas awan

Label

Cerpen (1) puisi (5)