Kamis, 31 Oktober 2013

Evaluasi Pembelajaran Sastra (Puisi)?

Karya sastra mempunyai sifat menghibur dan bermanfaat. Sifat itulah yang membuat karya sastra selalu digemari dari dulu sampai sekarang. Baik puisi, cerpen, maupun novel selalu mempunyai tempat tersendiri di tengah masyarakat yang selalu berubah-ubah.
Selain itu, sifat utama sastra adalah memberi kebebasan kepada pembacanya untuk menginterpretasikan kata, makna, amanat, dll. yang terdapat dalam puisi, cerpen, maupun novel. Sesorang tak bisa menyalahkan sepenuhnya interpretasi seseorang terhadap karya sastra yang dibacanya. Hanya saja ada rambu-rambu agar pembaca dapat memahami karya satra secara benar.
Puisi termasuk bagian dari karya sastra yang mempunyai penggemar yang cukup besar. Setiap orang bisa menjadi penyair puisi. Begitupun sebaliknya, seseorang bisa membaca puisi tanpa ada batasan interpretasi. Banyaknya minat dan produksi puisi yang berjuta-juta tersebut menandakan bahwa puisi adalah karya sastra yang sangat digemari dari semua kalangan. Hal inilah yang menasbihkan puisi sebagai karya satra yang paling konsisten digemari sepanjang masa.
Konsistensi sastra (termasuk puisi) ini berlanjut dalam dunia pendidikan. Pendidikan Indonesia telah memasukan sastra dalam acuan pembelajaran yang harus diajarkan kepada siswa (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Siswa dituntut untuk menguasai ketrampilan bersastra, baik berekspresi mapun mengapresiasi.
Sebagaimana diketahui bahwa puisi mempunyai dua hakikat. Hakikat pertama seseorang yang membaca puisi bebas meinterpretasikan makna yang terkadung di dalamnya. Hakikat kedua, kata dalam puisi hakikatnya adalah pemadatan (konsentrif), artinya sebuah kata dalam puisi mempunyai makna multitafsir. Hal ini menimbulkan dilema dalam dunia pendidikan terutama dalam hal apresisasi puisi.
Alat evaluasi pembelajaran apresisai puisi (walau tidak seluruhnya) menggunakan sistem pilihan ganda. Soal-soal seperti ini menyajikan sepotong puisi dan menyoalkan interpretasi siswa. Hal ini menimbulkan masalah baru, siswa dituntut memilih satu dari lima pilihan jawaban yang sangat mirip satu sama lain. Padahal siswa bisa saja memahami puisi tersebut dengan cara berbeda, dan mungkin hasil interpretasinya tidak sama dengan salah satu pilihan jawaban. Kalaupun ada yang sama dengan pilihan jawaban, belum tentu jawaban yang dipilihnya “benar” menurut kunci jawaban soal.

Dari keadaan seperti ini sebetulnya bagaimanakah alat evaluasi pembelajaran apresiasi puisi yang tepat untuk diterapkan di dunia pendidikan Indonesia?

Rabu, 30 Oktober 2013

TIPS MENULIS CERPEN: MULAILAH MEMASAK!

(Pembaca telah merdeka, beri dia kebebasan sepenuhnya)

Layaknya sebuah resep masakan, cerpen juga butuh garam dan merica dalam penciptaanya. Setiap masakan mempunyai bumbu-bumbu tersendiri yang membuatnya semakin enak disantap. Bumbu-bumbu itu dicampur menjadi satu, sehingga sulit dipilah-pilahkan. Garam dan merica merupakan salah satu bumbu yang larut dalm masakan, tetapi bumbu yang lain seperti cabe dan bawang taklarut dalam masakan (masih tampak utuh). Walaupun masih tampak utuh, rasa pedasnya cabe pun masih tersa juga dalam masakan. Lalu, apa kaitanya dengan menulis cerpen?
Menulis cerpen layaknya memilih bumbu mana yang akan dipakai dalam memasak. Garam memang tidak tampak dalam masakan, tapi rasa asin akan muncul di lidah. Merica masih mungkin tampak terlihat dalam masakan, dan rasanya pun akan masih terasa. Analogi ini menyangkut dengan gaya penceritaan seseorang dalam bercerita.
Salah satu sarana yang paling berguna dan paling kuat bagi penulis cerpen adalah sarana understatement (pernyataan atau ungkapan dalam gaya menahan diri dan sering menggunakan bentuk ironi). Anda memberi tahu pembaca lebih sedikit supaya pembaca mengetahui lebih banyak. Pembaca diberi informasi secukupnya agar pikiran pembaca, imajinasi pembaca dapat bekerja. Dengan understatement, pembaca bisa menikmati kebebasanya berimajinasi dan mendapatkan kepuasan yang besar. Ini seperti garam yang taktampak, tapi lidah bisa merasakanya dengan sempurna.
Nah, lawan dari understatement adalah overstatement (pengarang melukiskan dengan cermat dan detail apa yang dilihat, dirasa, oleh pancaindra). Gaya bercerita overstatement tidak memberi kebebasan berimajinasi pembaca. Pembaca hanya dituntun untuk berimajinasi sesuai dengan apa yang tertulis dalam cerpen. Bagaimanapun, pasti ada pembaca yang menyukai membaca cerpen overstatement, karena membaca understatement mengharuskan pembaca bekerja lebih banyak dari pada overstatement. Pembaca yang lebih suka overstatement mungkin bukan pembaca yang terbaik.
Nah, berceritalah seperti memasak. tak menampakkan semua bumbunya, tapi akan terasa semuanya di lidah. Ini akan memberi kesan luar biasa kepada pembaca Anda. 

*ditulis ulang dari buku "Menulis dengan Emosi" karya Carmel Bird

Selasa, 29 Oktober 2013

PUISI, DEKLAMATOR, DAN JELMAANNYA

Selain cinta hal yang tak terdefinisi lainya adalah puisi. Puisi telah menjelma sosok yang susah diidentifikasi. Semua bisa dikatakan puisi, baik puisi yang ditulis di antologi puisi, koran maupun sekadar ocehan twitter. Kalau seperti ini, maka keberadaan puisi dapat di mana saja dan kapan saja. Produktivitas puisi yang dihasilkan para “penyair” ini telah menembus batas ruang dan batas apresiasi.
Namun, ketika puisi-puisi ini semakin populer, justru puisilah yang kehilangan nyawa. Puisi-puisi yang dilahirkan oleh para penyair sungguhan kalah seketika oleh para penyair twitter yang luar biasa produktivitasnya. Maka wajar saja ketika Joko Pinurbo menerbitkan “puitwit”, yaitu puisi-puisi yang tak lebih dari 140 karakter dan melalui media twitter. Puitwit tetap tak kehilangan dayanya walau hanya diungkap tak lebih dari 140 karakter. Mungkin ini sesuai dengan ciri khas puisi yaitu pemadatan makna dalam kata.
Di sisi lain, masyarakat semakin tak tertarik membaca puisi di koran, apalagi yang dibukukan. Jarang sekali antologi puisi yang bisa terbit ulang hingga puluhan kali, bahkan untuk menghabiskan stok terbitanya, para penyair mengobral puisi ke mana-mana. Ironi bukan? Ketika puisi di twitter populer justru puisi “asli” menjadi semakin tidak populer.
Oleh karena itu muncul sebuah anggapan bahawa puisi tak boleh terhenti pada naskah. Puisi harus menjelma ke bentuk lain. Puisi harus mengubah dirinya menjadi sosok yang menarik untuk dinikmati. Puisi harus mendatangi masyarakat, bukan masyarakatlah yang mendatangi puisi. Intinya bagaimana membuat puisi menjadi semenarik mungkin untuk dikemas menjadi sajian yang menarik tanpa mengotori hakikat puisi.
Oleh karena itu, munculah berbagai sajian puisi, seperti musikalisasi puisi, teatrikalisasi puisi, sinematisasi puisi. Hal ini dilakukan semata-mata agar puisi lebih menarik dinikamati tanpa mengotori hakikat puisi. Puisi yang biasanya terhenti pada naskah, harus segera menjelma dalam bentuk lain jika tidak ingin hilang di telan bumi. Namun, produktivitas musikalisai puisi, teatrikalisasi puisi dan sinematisasi puisi belum bisa mengimbangi dengan produktivitas jumlah puisi yang membludak.
Deklamator menjadi alternatif yang paling mudah untuk melampiaskan hasrat berpuisi. Tentu saja kemampuan berdeklamasi bukanlah kemampuan yang mudah. Puisi tidak sekadar dibacakan tetapi juga dikomunikasikan dengan cara yang sakral. Deklamator bisa mnyajikan jutaan puisi dengan caranya. Ini bisa mengimbangi produktivitas puisi yang berlebihan.
Ibarat pencipta lagu dan penyanyi, begitu pula penyair dan deklamator. Sebuah lagu dapat terkenal “lagunya” jika dibawakan oleh penyanyi yang tepat. Sebuah puisi dapat pula terkenal “puisinya” jika dibawakan oleh deklamator yang andal. Tentu saja keadaan ini harus disertai eksistensi panggung-panggung pertunjukan puisi yang harus sering dimunculkan.
Jadi, puisi yang semakin tidak diminati harus menjelma ke dalam bentuk sajian yang punya daya pukau luar biasa. Ini strategi termudah agar puisi dapat kembali diminati secara sakral. Sajian-sajian puisi haruslah tidak merusak hakikat puisi selama ini. Musikalisai puisi, teatrikalisasi puisi, sinematisasi puisi dll, dapat saja menjadi solusi, tapi tugas para deklamator inilah yang harus menjadikan puisi syahdu untuk dinikmati. 

Senin, 21 Oktober 2013

TIPS MENULIS CERPEN (MENANAM BIJI JERUK!)

Menanam biji jeruk, berbuah jeruk.

Menciptakan suatu cerpen yang menarik merupakan hal yang gampang-gampang susah. Pada  materi pertama telah dijelaskan bahwa menulis layaknya menuangkan air ke dalam gelas. Nah, cerpen yang bagus pastilah tercipta dari tangan penulis yang sering menulis pula. Penulis seperti ini punya banyak sekali ide dalam setiap tulisannya. Mereka menciptakan sebuah alur yang bagus, tokoh yang kuat, dan tema yang menarik. Dari semua ini, muncul pertanyaan “dari mana ide mereka selama ini?”
Ide anda adalah biji jeruk dan cerpen anda adalah jeruk. Jika anda menanam biji jeruk yang akan tumbuh adalah tanaman jeruk. Sangat tidak mungkin jika anda menanam biji jeruk, tapi yang tumbuh adalah apel. Pertanyaanya, dari mana anda mendapatkan biji jeruk untuk ditanam?
Hanya ada satu jawaban yang tersedia. Biji jeruk tersebut adalah pengalaman Anda sendiri, kehidupan Anda sendiri, kenangan Anda sendiri, mimpi Anda sendiri, dan imajinasi Anda sendiri. Tokoh yang Anda ciptakan mungkin saja orang yang Anda kenal. Alur yang Anda ciptakan mungkin saja pengalaman Anda sendiri.
Sebelum menanam ide (biji jeruk) ke dalam kertas, Anda harus menelaah dalam-dalam ingatan Anda. Ingatlah biji jeruk anda secara detail. Ingatlah peristiwa Anda secara detail. Ingatlah teman Anda, orang-orangnya, makanannya, mainanya, baunya, suaranya, suara tawanya, dan lain sebagainya. Ketika Anda telah ingat semuanya secara gamblang, yang harus Anda lakukan selanjutnya adalah menceritakanya ke dalam tulisan. Mulailah dengan kata-kata: “Aku ingat sewaktu ….”
Ini adalah cara yang paling sederhana bagi para penulis pemula. Memang terlihat sangat sedehana, tetapi belum tentu mudah dilakukan. Ada sebagian orang yang takut mengingat kenangan pahitnya. Ada juga orang yang senang mengingat masa lalunya. Namun jika Anda ingin menjadi penulis hebat, Anda tidak boleh takut mengingat kenangan pahit, manis, unik, lucu, dan lain sebagainya.
Ingatlah jika anda menanam jeruk yang akan tumbuh adalah tanaman jeruk (tak mungkin apel). Jangan lupa pula jenis jeruk anda, jika anda menanam jeruk bali, tidak akan mungkin yang tumbuh adalah jeruk mandarin atau yang lainnya. Anda tidak akan bisa membohongi orang lain.
Dasar yang harus dipunyai seorang penulis pemula adalah “cita-cita”. Namun cita-cita  diperlukan hanya sebagai motivasi saja. Penulis pemula sering membayangkan “Andai saja saya seorang Andrea Hirata,” atau “Andai saja saya seorang Putu Wijaya,” dan lain sebagianya. Nah, yang menjadi jebakan adalah penulis pemula akan sering meminjam cara bercerita dari penulis kesayangannya. Cara meminjam adalah jalan terakhir jika Anda telah buntu dengan tulisan Anda. Cerpen yang ingin Anda tulis sebenarnya ada di dalam diri Anda sendiri. Jangan mencarinya di luar diri Anda. Anda harus melihat pengalaman Anda sendiri sebagai bahan cerita.
Dengan mengingat pengalaman atau pengetahuan Anda, bukan berarti semua tulisan yang Anda ciptakan merupakan laporan peristiwa yang bersifat autobiografis, atau bahkan fiksi yang berpijak pada kehidupan yang diingat si pengarang. Cara mengingat seperti ini adalah cara awal yang manjur untuk memulai penciptaan fiksi Anda. Kenangan masa kecil hanyalah permulaan, latihan pertama yang penting dalam perkembangan Anda sebagai penulis cerpen.

Jangan pernah terjebak pada suatu imajinasi yang belum pernah Anda alami. Sebagai contoh, jika Anda ingin menulis cerpen berlatar di Jepang, Anda harus pernah pergi ke Jepang. Jika Anda ingin menulis bahwa mawar itu harum, Anda harus pernah mencium seberapa harumnya bunga mawar. Jangan sampai Anda menulis suatu kepalsuan, yang Anda tidak tahu. Contohnya Anda menulis “Aku mencium tangan mungilnya, seperti aku mencium wanginya anggrek yang baru mekar,”. Anda tahu apa yang salah dengan tulisan ini? Kesalahan terbesar adalah kenyataan bahwa anggrek tidak wangi. Mungkin bagi sebagian orang ini hanya masalah sepele, tapi mungkin juga kesalahan ini akan menghilangkan kepercayaan pembaca kepada Anda. Jika hal ini terjadi, pembaca tidak akan tertarik lagi pada setiap cerpen yang Anda tulis. Bukankah pembaca adalah unsur terpenting untuk cerpen Anda?

NB : ilustrasi gambar dari http://gardenofeaden.blogspot.com/2009/09/how-to-grow-orange-tree-from-seed.html
Daftar Pustaka :
Bird, Carmel. 1996. Menulis dengan Empati, Panduan Empatik Mengarang Fiksi. Bandung:Kaifa


HAK MENGAJAR SEORANG GURU

Chotib (dalam bukunya “Gurunya Manusia”) menyatakan bahwa hak mengajar itu sebenarnya ada pada siswa. Maksudnya adalah guru harus merebut hak mengajar dari siswa. Banyak guru yang tidak disukai siswa karena alasan tertentu; galak, jutek dan lain sebagainya. Intinya siswa belum memberikan hak mengajar kepada guru, dan guru tidak mau merebut hak mengajar dari siswa.
Siswa yang belum memberikan hak mengajarnya kepada siswa pada dasarnya tidak akan menerima materi apapun yang diberikan guru. Jadi, guru hanya menjalankan SK mengajar, tapi hak mengajar masih ada pada siswa. Inilah yang salah!
Guru harus merebut hal mengajar dari siswa dengan cara yang etis, santun, dan menarik. Jika dalam suatu kelas terjadi suasana yang tidak nyaman, maka nyamankanlah kelas itu. Kata merebut bisa diterjemahkan sebagai upaya guru untuk mendapatkan hati siswanya, bisa dengan permainan, kuis, cerita, atau tingkah laku guru.

Nah, jika siswa sudah memberikan haknya untuk guru, apapun yang disampaikan oleh guru, siswa akan mendengarkan dengan seksama. Dengan seperti ini guru tak akan kesulitan menjalankan skenario pembelajaran yang telah disusun.
Jadi, rebutlah hak mengajarmu! 

Minggu, 06 Oktober 2013

CERITA KONYOL GURU GAHOOLL

Monica, Gue, dan Gue lagi.

Anehnya gue selalu bilang wow sambil makan beling kayak kuda lumping kehabisan emping saat gue lihat senyumnya. Namanya Monica, gadis berambut beringin, kalo lo lihat rambutnya tuh bisa buat nyimpen apa aja, kulkas tanpa pintu pun bisa diumpetin di situ. Waktu itu Monica sedang duduk di bawah pohon di depan sekolah, terus gue ngendap-ngendap masuk lewat gerbang sekolah, sebenernya sih gue biasa aja lewatnya. Haha. Gue parkir motor gue di depan Monica. Motor gue tuh motor cowok banget, warna pink dengan motif kadal lagi nelen garpu di bagian tangkinya. Gue termasuk guru favorit di sekolah ini. Setiap gue lewat, cewek-cewek slalu bilang WOW sambil nempel di mading sekolah. banyak yang iri dengan ketenaran gue ini. Tapi Cuma satu cewek yang tidak tertarik dengan kecakepan gue ini, itu dia, Monica, gadis kribo mirip tina toon yang nyanyi bolo-bolo (nyambung nggak?) haha.
Nah, Monica duduk melamun sendiri dibawah pohon, kayak kuntilanak sedang galau karena ditinggal merantau sama kuntibapak, kuntiibu, kuntiadik yang lagi tamasya lihat kebakaran di kuburan sebelah. Maklum, kata guru-guru yang lain Monica itu sedang stress gara-gara rambutnya yang makin lama susah dipotong. Pernah suatu hari, pak Joko titip komputer pentium dua di rambutnya, tapi karena terlalu tebal, susah ngeluarinya, seluruh guru udah berusaha mengeluarkannya, akhirnya setelah lima jam (ingat lima jam, serius lima jam, gue nggak boong) komputer itu berhasil dikeluarkan dalam bentuk kalkulator. Gila, mantep banget tuh rambut, kapan-kapan gue mau masukin kambing ke rambutnya, siapa tau jadi sate kambing plus tongseng kambing skalian, kalau beruntung mungkin bakalan dapet bonus es teh sama jus kulit kacang. Haha.
Setelah motor gue parkir, biasalah  guru baru banyak basa-basi, terus gue tanya tuh si Monica.
“Lagi apa Mon?” tanya gue
“Lagi nyanyi ABG Tua pak” jawab si Monica sambil koprol.
“Loh, kok nggak kedengeran suaranya?” tanya gue lagi.
“Hehe, becanda Pak, sebenere gue lagi ngapalin teks proklamasi dengan nada C minor” jawabnya.
“Loh, masa?” gue makin penasaran.
“Ih Bapak kepo dech, sebenere gue lagi mikirin Musdalifah, istrinya Nazar KDU,” jawab si Monica yang makin kacau.
“Serius?” tanya gue,
“Nggak pak, sebenere gue lagi mikirin cara nyanyi ABG Tua pake sedotan,” jawabnya.
“Lah geje banget lo Mon, tinggal dulu ya,” jawab gue.
“Iya pak, ati-ati, jangan lupa ya pak?” jawabnya,
Gue berbalik langsung bilang “Lupa apa?”
“Nyanyi ABG Tua, haha” timpalnya.
“Teyus, gue harus bilang huft sambil bilang Wow gitu?” jawab gue.
Gue langsung pergi dari hadapan Monica. Murid yang satu ini emang sering banget jadi bahan perbincangan guru, selain rambut kribonya, akhir-akhir ini sikapnya berubah 750 derajat (ada ya). Guru BK pun angkat tangan kenapa sikap monica berubah. Biasanya sih dia selalu mendapat nilai sepuluh setiap kali ulangan, tapi akhir-akhir ini mentok juga dapet nilai lima, padahal temen-temen yang se-geng sama dia, dapet nilai seratus setiap kali ulangan.  Nah, yang jadi masalah apa urusanya sama gue? Ini dia, gue adalah guru bahasa indonesia tergaul di sekolah. memang sih, wajah gue itu mirip Vino G Bastian digabungin sama Ringgo Agus Rahman, itu tuh pemain film “Get Maria”. Body gue tuh mirip Agung Hercules, tapi rambut gue lebih mirip Aming, jadi keren macho gimana gitu. Kalo gue lagi jalan2 di mall sering gue dikira Bunda Dorce (nyambung ngga tuh?).
Sebagai guru favorit, gue harus peka terhadap perubahan di sekolah, sampai suatu hari gue dipanggil kepala sekolah. Semoga aja mau diomongin naik gaji atau kalau nggak ya dapet bonus laptop, karena kecakepan gue udah menyebar ke luar sekolah. Tapi tetep aja gue penasaran kira-kira apa yang akan kepala sekolah katakan pada gue, apakah kepala sekolah akan memarahi gue karena kecakepan beliau terkalahkan sama gue, atau apa ini? Mendebarkan banget, serius mendebarkan, kalo nggak percaya nih denger jantung gue serasa mau copot, deg deg deg krik kluk krack au uh deg daug dug. Tuh dengar kan bunyinya? Haha
Gue buka pintu ruang kepala sekolah, gue berharap sih ada kejutan ulang tahun, tiba-tiba ada bunga dan badut di depan gue terus yang lain goyang itik bareng zaskia (loh ngapain zaskia ada di situ). Ternyata dugaan gue salah, di ruang kepala sekolah Cuma ada kepala sekolah. (ya iyalah, namanya juga ruang kepala sekolah, pasti ada kepala sekolah, masa harus ada odong-odongnya juga). Terus kemudian gue dipersilakan duduk di odong-odong, eh maksudnya kursi. Terus gue dengerin apa yang dikatakan pak kepala sekolah.
“Pak, sebagai guru terfavorit di sekolah ini, saya serahkan tugas spesial pake telor ini kepada Anda?” kata beliau sambil ngadukin teh buat gue.
“Loh pake telor beneran pak?” jawab gue.
“Nggak lah, maksdunya tugas istimewa ini saya serahkan kepada Anda pak,” jawab beliau sambil terus ngadukin teh buat gue.
“Istimewa?” dalam pikiran gue langsung muncul bayangan Anisa Chibi lagi ngaduk teh buat gue. “istimewa gimana maksudnya pak?” kata gue sambil goyang itik bareng sazkia (loh ada sazkia lagi, muncul dari mana nih orang).
“Begini pak, akhir-akhir ini Monica sikapnya berubah, saya takut nilainya turun dan parahnya kalo tidak naik kelas, saya berharap bapak bisa menangani masalah ini dengan baik, saya yakin bapak adalah orang yang tepat” jelas Pak Kepala Sekolah sambil ngaduk tek buat gue.
Dalam pikiran gue, gue mikir wah, bisa jadi objekan nih, tapi yang jadi masalah adalah hanya Monica yang nggak tertarik sama ketampanan gue.
“Tapi pak, saya perlu waktu untuk menyelesaikan masalah ini, juga perlu duit buat ongkos pulang nanti, juga perlu laptop untuk bikin video lipsing terus diupload di youtube, juga perlu hape android keluaran terbaru, merk Konia, intinya gue kudu ngapain dulu pak?” jawab gue sambil benerin rambut gue yang keren.
“Begini saja pak, menurut saya, monica itu kehilangan rasa percaya diri, dia sering dihina murid-murid yang lain karena rambut kribonya itu, sekarang silakan Anda mengobservasi dia dulu, tingkatkan rasa kepercayaan dirinya,” jawab Pak Kepsek sambil ngaduk teh buat gue (lama banget buatin tehnya).
“Baiklah Pak, saya akan berusaha!” jawab gue sambil liatin teh yang lagi diaduk pak kepsek.
“Terima kasih pak, saya bangga punya guru seperti anda,” jawab pak kepala sekolah sambil minum teh. (loh ternyata, diminum sendiri) dalam pikiran gue, wah sial nih, gue langsung kepikiran lagunya Ayu Ting Tong yang judulnya Harapan Palsu.
Kemudian gue keluar dari ruang kepala sekolah sambil berubah jadi power rangger pink, eh salah maksudnya power rangger merah. Gue tuh suka banget warna merah, pernah gue langsung jatuh cinta sama semua cewek yang berbaju merah. Semua murid gue yang pake baju merah langsung gue beri nilai sepuluh dari seratus. Haha.
“Teeeeetttt tuuuiittt dung dung pret” bel sekolah berbunyi tanda sudah mulai pelajaran (aneh banget sih bunyinya). Gue langsung bersiap-siap menuju kelas, gue bawa laptop, buku tulis, buku halus, pulpen merah, pulpen hitam, jam tangan, dan tidak lupa sisir. Gue udah persis kayak pedagang kaki lima yang mangkal di pasar Johar.  Kebetulan gue hari ini masuk ke kelas XI, tepat di kelasnya Monica. Gue nggak akan menyia-nyiakan kesempatan. Kali ini gue harus menarik hati monica dengan ketampanan gue.
Gue langsung aja nyemprotin parfum lima liter ke tubuh gue. Ngomong-ngomong parfum ini terbuat dari berbagai macam bunga, dicampur dengan perasan jeruk nipis (loh) terus didiemin selama seratus tahun tahun di dalem kulkas (emang dulu udah ada kulkas ya?). itu sih kata penjualnya, gue sih percaya aja yang diomongin, gue beli parfum itu gara-gara diskon 90 persen.
“Halo, apa kabar semuanya?” itu kata pertama yang gue ucapin di kelas.
Terus serentak semua cewek di kelas itu bilang Wow sambil nempel di mading. Kecuali Monica, dia masih saja mainan Bb merk Sumsung (ada ya?).
“Monica?” tanya gue sambil kedip-kedip kayak boy band Semars.
“Iya pak,” jawab monica.
“Tatap mata saya!” kata gue mirip dedy cobuset lagi ngeden di WC.
Gue tuh punya keahlian hipnotis, biasanya gue pake hipnotis ini buat ngelabuin mbak-mbak jualan pecel. Gue sering utang di sana, jadi setiap kali makan, gue hipnotis tuh orang, jadi gue bebas dari tagihan utang. Sebenere sih gue kasihan sama Mbak Bunga (bukan nama sebenanya) (sebenarnya namanya Darsinem) katanya sih biar keren kalo dipanggil Bunga (kayak di TV yang diblur wajahnya). Gue tuh kasihan banget, soalnya setiap kali gue hipnotis, dia langsung goyang patah-patah sambil ngulek bumbu pecel. Kalo gue liat pas gituan, gue langsung kepikiran Agnes Monica. Yah, apa hubunganya. Yuk kembali lagi ke sazkia (loh ada lagi nih orang), maksudnya kembali ke Laptop, (loh kayak Tukul Arwahna), maksudnya kembali ke cerita Monica.
Gue mencoba menghipnotis Monica dengan tatapan tajam. Tapi itu nggak berhasil, akhirnya gue memakai cara lain. Gue ambil pulpen dan gue lompat-lompat kayak monyet terjebak macet. Terus gue ucapkan mantra penghilang jerawat, mantra pelangsing badan dan mantra-mantra lain yang telah diajarkan oleh Ki Joki Bodi. Namun itu percuma, akhirnya gue menyerah. Gue menyerah. Gue menyerah. Gue menyerah. Gue menyerah. (sekali lagi dapet payung). Gueeeee Menyeraaaaaahhhhh. Hore, dapet payung.
            ***
Akhirnya pelajaran selesai juga, tapi gue belum bisa menarik hati si Monica. Gue jalan di lorong sekolah. Dengan gaya boyband gue jalan sambil pake headset di kepala gue, sok cool gitu, gue goyang-goyangin kepala gue, para siswi melihat gue seneng banget, nggak tau kalo lagu yang gue dengerin itu lagu dangdut. Maklum walau keren kayak boyband gini gue masih tetep cinta budaya lokal.
Gue jalan di lorong sekolah. Kemudian gue liat di pengumuman sekolah ada sebuah pengumuman. Pengumuman itu tertempel dipojok dengan kertas yang tak begitu tebal. Gue baca pengumuman itu. Ternyata isinya adalah lomba stand up comedy tingkat SMA se-Jawa tengah. Gue pikir dengan cara ini, gue bisa ngajak si Monica buat ikutan.
            ***
Pas jam istirahat gue samperin si Monica. Dia lagi duduk di kursi paling pojok belakang. Dengan rambut kribo segede gajah, Monica sangat mudah ditemukan. Terus gue samperin si Monica.
“Hai Mon, lagi apa?” tanya gue sambil tersenyum.
“Iya pak, lagi latihan” jawab Monica
“Latihan apa?” tanya gue
“Latihan nulis nih pak,” jawab Monica
“Nulis apa?” tanya gue
“Nulis huruf pak,” jawab Monica sambil tersenyum.
“Huruf apa?” tanya gue lagi
“Huruf India pak?” jawab Monica
“Loh serius?” tanya gue lagi.
“Serius pak,” jawab Monica.
“Serius?” tanya gue
“Iya pak” jawab Monica
(gue yakin, kalo percakapan ini gue tulis semua bakalan nyampe 100 halaman lebih)
Setelah satu jam gue basa-basi nggak jelas, gue masuk ke pembicaraan inti.
“Begini Mon, ada lomba stand up comedy, kamu tertarik nggak?” tanya gue.
“emmm,, gimana ya pak,, saya ,,,”
“Siapa tahu kamu bisa lebih pede jika ikutan lomba ini, akhir-akhir ini gue liat kamu makin murung, kamu sering terlihat ngalamun sendirian,”  Kata gue dengan wajah serius.
“Tapi saya tidak lucu pak,” jawab Monica
“Tenang aja, nanti saya ajarin, saya kan pernah di Jakarta lima tahun,” tegas gue
“Belajar stand up Comedy pak?” tanya monica
“Nggak sih, dulu lima tahun gue main Srimulat,” jawab gue
“Serius pak, wah asyik dung pak,” jawab dia dengan wajah sumringah.
“Iya, tapi gue bagian make up,” tegas gue.
“Baiklah pak, gue mau ikut,” jawab Monica sambil berdiri kayak di film-film.
“Oke, nanti sepulang sekolah saya tunggu di bawah pohon beringin ya,” timpal gue.
“Siap pak, jangan lupa bawa payung ya,” jawab Monica.
“Loh, buat apa? Kok pake bawa payung segala,” tanya gue penasaran.
“Siapa tahu ujan pak,” jawab Monica.
“Halah, ujan kan yang buat goreng itu,” kata gue
“Itu Wajan pak, ah bapak guyonanya garing” jawab Monica
“Hehe, Garing kan Vokalisnya Nidji” kata gue
“Itu Morgan pak,” jawab Monica.
(dalam hati gue: ANAK INI NGGAK PERNAH NONTON TV SEPERTINYA, VOKALISNYA NIDJI KAN BISMA) dasar anak jaman sekarang. Untung gue nggak nanya vokalisnya Kotak, pasti Monica jawab Morgan juga, padahal vokalisnya Kotak kan Annisa. Emang sih pengetahuan gue tentang musik lumayan bagus. Terimakasih semuanya. Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih. (horeeee,, dapat payung lagi).
Untuk melatih Monica berani tampil open mic harus menggunakan banyak cara. Salah satunya dengan melatihnya tujuh hari tujuh malam. Hari pertama gue suruh Monica jualan tahu gimbal di Simpang Lima. Hari kedua gue suruh monica jualan gorengan di Tugu Muda. Hari ketiga gue suruh monica jualan kaos kaki di Pasar Johar. Hari keempat gue suruh monica jadi calo tiket di stasiun Tawang. Hari kelima gue suruh monica jadi guide di Lawang Sewu. Hari keenam gue daftarin dia ke Biro Penyalur TKI, eh salah, maksudnya gue daftarin ke Panitia. Dan hari ke tujuh gue siap liat monica tampil stand up comedy. Semua pelatihan yang gue berikan bertujuan agar Monica lebih peka terhadap situasi sosial bangsa ini. Hal itu akan menjadikan guyonannya makin cerdas.
Setelah beberapa peserta unjuk kebolehan, kini giliran Monica tampil. Gue deg-degan. Hati gue serasa mau loncat-loncat. Sebagai pelatih gue agak grogi. Reputasi gue dipertaruhkan saat ini. Sebenernya gue punya dua pilihan. Pertama, gue bersikap biasa aja. Atau kedua, gue harus lari ke depan gedung terus naik odong-odong biar hati gue makin senang. Akhirnya gue pilih yang pertama karena di depan nggak ada abang odong-odong yang lewat. Terpaksa gue pilih pilihan pertama.
Nah, saatnya lihat penampilan Monica.
DEG DEG DEG DEG,,,, INILAH PENAMPIL SELANJUTNYA ,,,,,,
(tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam kepala gue dari belakang, Gubrraaakkk, gue jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Seinget gue, tadi pagi gue udah bayar ongkos naik odong-odong, sengaja gue naik odong-odong pake musik ABG Tua, terus apa yang nabrak gue dari belakang?? Masa abang odong-odongnya nagih gue di sini. Ngggaaaakkkk baaangeeettt. Ternyata, gue berdiri dibawah lampu yang sedang diperbaiki, dan seperangkat alat listrik jatuh ke kepala gue. (dasar tukang listrik sialan)) eh iya, gue kan udah pingsan, ngapain cerita.
Akhirnya gue terbangun. Ini dimana? Gue siapa? Ngapain gue di sini? Gimana kabar Nobita? Apakah doraemon masih kucing? Atau udah berubah jadi serigala? Siapa presiden Amerika ke-23? Siapa nama wakil presiden Indonesia? (loh kok jadi kayak ujian nasional). Singkatnya, gue AMNESIA.
Gue mengalami amnesia tingkat sembilan, gue lupa nama gue, bahkan gue lupa siapa nama vokalisnya Chery belle, oh tidaaaaakkkkkkkkkkk. Gue lupa dari mana gue lahir. Gue lupa apakah gue pernah jadi power rangers atau gue adalah keturunan dari Ultraman. Tapi yang jelas, gue inget bahwa gue bukan temennya Nobita.
Setelah lama gue amnesia, gue inget satu wajah. Yap betul, Monica. Rambut kribonya tak pernah terlupakan. Dia datang menjenguk gue di rumah sakit. Dia bawain gue buah, makanan, bakso, jus kulit kacang, dan hal-hal lain yang bisa membangkitkan ingatan gue. Ada satu hal spesial yang Monica bawa. Ia membawa sebuah rekaman. Yap betul, itu adalah rekaman video amatir dengan format 3gp saat Monica tampil stand up comedy. Dan rekaman itulah yang membuat ingatan gue pulih kembali. Rekaman itulah yang membuat gue bisa nulis cerita ini. Gue inget banget kata terakhir dari rekaman itu. Monica berkata,
“Garing adalah kelucuan jenis baru, dan garing adalah vokalisnya Nidji”
Dan semua yang ada di situ tertawa terbahak-bahak, termasuk gue yang tak bisa menyaksikan langsung, hanya menonton rekaman ini. Gue nggak habis pikir, ternyata gadis kribo yang selama ini tidak tertarik dengan ketampanan gue, malah bisa menyembuhkan ingatan gue. Gadis ini masih sama seperti dulu, masih kribo seperti dulu, masih belum tau kalo vokalisnya Nidji adalah Bisma, yang membuatnya berbeda adalah ia lebih percaya diri, dan gue bangga telah melatihnya. Karena, ia telah menjuarai lomba itu. Terimakasih, Monica.

Untuk muridku “Monica Sari Ani”
15 Nop. 12


Label

Cerpen (1) puisi (5)